Nama : Rinanda Nur Rizki
NPM : 15110979
Kelas : 2KA21
health.detik.com/.../jadi-perokok-pasif-sejak-kecil-risikonya-tuli-saat-...
Pengetahuan populer, THT dan Paru Blm ada komentar
Kalangan medis telah lama mengetahui bahwa menghirup asap rokok dari perokok, atau yang disebut merokok pasif, berbahaya bagi kesehatan. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia dan lebih dari 60 di antaranya diketahui atau diduga menyebabkan kanker. Selain itu, seperti halnya dengan “merokok aktif”, merokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung dan pernapasan. Pada ibu hamil, merokok pasif meningkatkan risiko melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah, rentan terhadap infeksi pernapasan, dan memiliki gangguan perilaku. Studi terbaru menambahkan satu lagi masalah yang dapat ditimbulkan oleh merokok pasif: gangguan pendengaran pada remaja.
Sebuah penelitian terhadap lebih dari 1.500 remaja AS yang berusia 12- 19 tahun menunjukkan bahwa merokok pasif berdampak langsung merusak telinga anak-anak muda. Semakin besar paparan, semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Pada beberapa kasus, kerusakan tersebut cukup mengganggu kemampuan seorang remaja untuk memahami pembicaraan. Demikian laporan studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal khusus bedah leher dan kepala, Archives of Otolaryngology (7/2011).
Asap rokok meningkatkan risiko infeksi yang menghalangi suplai darah halus ke telinga sehingga dapat menyebabkan kerusakan kecil tapi fatal. Namun, belum diketahui dari studi tersebut berapa banyak paparan asap rokok yang berbahaya dan kapan kerusakan dapat terjadi. “Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat, namun sementara ini untuk melindungi pendengaran dan kesehatan anak-anak Anda, sangat dianjurkan untuk tidak merokok di sekitar mereka”, kata Dr Michael Weitzman, salah seorang peneliti.
Dalam studi tersebut, sekitar 40% dari 800 remaja yang telah terpapar asap rokok terdeteksi memiliki masalah pendengaran, dibandingkan hanya sekitar 25% dari 750 remaja yang tidak terpapar. Menariknya, lebih dari 80% remaja-remaja tersebut tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah pendengaran. Kehilangan pendengaran ringan memang tidak selalu disadari oleh setiap orang. Namun, tes pendengaran secara jelas mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan mendengarkan suara berfrekuensi tinggi dan rendah. Jenis gangguan pendengaran ini umumnya hanya terjadi pada orang-orang lanjut usia atau pada anak yang terlahir tuli.
Remaja-remaja yang memiliki masalah pendengaran tersebut dapat kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah dan rentan dituduh secara salah sebagai “biang kerok” atau salah didiagnosis sebagai ADHD. Untuk mengatasi masalah pendengaran mereka, mereka harus menggunakan alat bantu dengar.
0 komentar:
Posting Komentar